Kata
Pengantar
Setelah
karyawan direkrut dan diseleksi, langkah berikutnya adalah orientasi untuk
memberikan mengenai informasi dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk
melaksanakan pekerjaan baru. Orientasi adalah proses yang mencoba menyediakan
bagi seorang karyawan baru informasi, keahlian-keahlian, dan pemahaman atas
organisasi dan tujuannya.
Dalam
orientasi karyawan baru diberikan informasi mengenai latar belakang perusahaan
& pekerjaan. Pada intinya orientasi adalah proses sosialisasi karyawan baru
terhadap pimpinan perusahaan. Sosialisasi adalah proses penanaman dalam diri
karyawan tentang sikap, standar, nilai-nilai, dan pola perilaku yang diharapkan
oleh organisasi dan departemen. Program orientasi dimulai dari pengenalan
informal yang singkat sampai program formal yang panjang. Biasanya karyawan
diberikan buku panduan tentang jam kerja, penilaian kinerja, pembayaran gaji,
dan liburan/cuti.
Sedangkan
penempatan merupakan penugasan karyawan baru untuk sebuah tugas yang akan
dilaksanakan baik itu tugas yang dilaksanakan saat ini ataupun tugas lain yang
dilaksanakan pada bidang yang lain dalam sebuah organisasi.
Baik
orientasi dan penempatan mempunyai kaitan yang sangat erat karena tidak saja
ketika seorang karyawan yang baru direkrut yang membutuhkan orientasi tetapi
karyawan yang ditugaskan atau ditempatkan untuk sebuah bidangpun tetap perlu
mendapatkan orientasi sehingga dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik.
Namun
demikian, seringkali orientasi dan penempatan belum dilakukan dengan semestinya
yang mengakibatkan persoalan pada karyawan yang baru maupun karyawan yang baru
ditempatan di sebuah tugas yang baru.
Untuk
itulah makalah ini disusun untuk memberi pencerahan tentang bagaimana membuat
orientasi dan penempatan menjadi efektif dan hal – hal apa saja yang perlu
dihindari ketika melakukan orientasi dan penempatan.
Daftar
Isi
Orientasi dan Penempatan
Bab I.
Pendahuluan
1.1.
Latar
Belakang
Bagi banyak karyawan, hari pertama memasuki dunia kerja dan memulai pekerjaan yang
baru bukanlah hal yang mudah. Banyak karyawan yang merasa gugup ketika pertama
kali bekerja. Kegugupan pada hari pertama ini pada dasarnya bersifat alamiah
namun hal itu dapat mengurangi kepuasan karyawan baru dan kemampuan untuk
belajar kerja jika manajer SDM tidak mengantisipasinya lebih dini. Untuk
membantu karyawan menjadi anggota yang puas dan produktif, manajer dan
departemen SDM harus membuat kesan awal tersebut menjadi sesuatu yang
menyenangkan bagi karyawan baru. Karyawan baru perlu disiapkan
sejak awal agar nantinya mampu melakukan sesuatu tugas yang dibebankan perusahaan
kepada mereka dengan baik. Untuk membantu karyawan yang baru agar merasa cocok,
maka program orientasi dan sosialisasi sangat perting untuk membuat mereka
lebih mengenal peran - perannya, perusahaan, kebijakan kebijakan dan karyawan
lainnya.
Disamping itu, hari-hari pertama seorang karyawan
baru akan sangat menentukan dalam perjalanan kariernya selanjutnya terutama
meniti karier dalam organisasi di tempatnya bekerja. Merupakan hal yang sangat
normal dan wajar bahwa pada hari-hari pertama itu, berbagai pertanyaan timbul
dalam diri pekerja baru tersebut, misalnya: apakah organisasi yang baru
menerimanya bekerja benar-benar cocok sebagai tempat berkarya dan meniti karier
atau tidak, apakah pegawai baru yang bersangkutan mampu melaksanakan tugas yang
dipercayakan kepadanya, apakah pegawai baru yang bersangkutan akan disenangi
oleh orang-orang lain dengan siapa ia akan berinteraksi seperti atasan, rekan
kerja dan, bagi mereka yang menduduki jabatan manajerial, para bawahan dan berbagai
pertanyaan lainnya yang sejenis.
Dapat dipastikan bahwa berbagai
pertanyaan – pertanyaan tersebut tidak akan terjawab secara tuntas pada
hari-hari pertama seseorang mulai bekerja. Memperoleh jawaban yang tuntas tentunya
merupakan sebuah proses. Akan tetapi meskipun demikian, kesan permulaan menjadi
sangat penting. Karena itu merupakan tugas penting dari berbagai pihak dalam
organisasi dengan siapa pekerja baru berinteraksi untuk menciptakan suasana
akrab bagi pekerja baru itu.
Menurut Handoko (2012:1), salah satu
cara yang segera dapat ditempuh ialah menunjukkan sikap penerimaan yang ikhlas
sambil menegaskan bahwa pegawai baru itu diharapkan akan menjadi pekerja yang
produktif, loyal kepada organisasi dan kepada teman sekerja serta berperilaku
positif, sekaligus memberikan kesan bahwa organisasi akan berusaha memenuhi
kepentingan pegawai yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, sejak dini harus
ditekankan bahwa jika pegawai baru itu menunaikan kewajibannya dengan baik, dia
akan memperoleh haknya dengan baik pula. Tetapi pegawai baru itu harus segera
menyadari pula bahwa organisasi pun mempunyai hak-hak tertentu.
Keberhasilan menjaga keseimbangan
antara keduanya, yaitu hak dan kewajiban masing-masing pihak, merupakan jaminan
serasinya hubungan antara pegawai dengan organisasi. Penekanan ini menjadi
lebih penting mendapat perhatian para pengelola sumber daya manusia dalam
setiap organisasi karena memang ada kecenderungan tingginya jumlah pegawai baru
yang minta berhenti. Padahal berbagai langkah yang ditempuh dalam proses
seleksi dan rekrutmen bukannya tanpa biaya. Oleh karena itu semakin banyak
pekerja baru yang berhenti, semakin besar pula pemborosan yang terjadi
(Handoko, 2012:2).
Seperti yang telah dikemukakan di
atas, memang benar bahwa dari pengalaman banyak organisasi menunjukkan
persentase yang relatif tinggi di kalangan pekerja baru yang berhenti. Keadaan demikian
bukanlah hal yang luar biasa. Lebih lanjut Handoko (2012:2) mengemukakan berbagai
alasannya yang berkisar pada:
a. Kuatnya perasaan bahwa organisasi
tidak/kurang sesuai dengan gambaran yang sebelumnya diperoleh,
b. Keragu-raguan para pekerja baru sendiri
tentang kemampuannya melaksanakan tugas,
c. Situasi kerja yang dihadapi para
hari-hari pertama yang berbeda dari kesan yang pernah diperoleh,
d. Bentuk dan sifat penerimaan para
pekerja lama yang mungkin dirasakan kurang bersahabat.
Dengan ini jelaslah bahwa dalam
mewaspadai keadaan seperti itu para pejabat dan petugas yang bertanggung jawab
mengelola sumber daya manusia dalam sebuah organisasi atau perusahaan perlu
bersikap proaktif dalam arti bahwa mereka harus mampu mengambil langkah-langkah
yang diperlukan agar para pegawai baru merasa betah. Karyawan hanya akan merasa
betah berkarya dalam organisasi atau perusahaan apabila mereka merasa cocok
untuk meniti karier dalam organisasi yang baru saja dimasukinya.
Salah satu cara yang tepat untuk
ditempuh dalam sikap yang proaktif itu adalah mengusahakan terjadinya
sosialisasi di kalangan para pegawai baru. Yang dimaksud dengan proses
sosialisasi adalah usaha sadar yang dilakukan oleh organisasi melalui para
pejabat dan petugas pengelola sumber daya manusia serta atasan langsung para
pegawai baru yang ditujukan pada pemahaman kultur organisasi, nilai-nilai
organisasional yang dianut, norma-norma yang berlaku dan tradisi organisasi.
Dengan demikian para pegawai baru akan memahami dengan tepat:
1.
Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan,
2.
Bagaimana sebaiknya berperilaku yang dapat diterima
(acceptable),
3.
Penyesuaian-penyesuaian apa yang perlu dilakukan,
4.
Kebiasaan-kebiasaan pribadi apa yang perlu ditinggalkan jika
tidak sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan organisasi.
Dengan demikian para pegawai baru
itu dalam waktu yang tidak terlalu lama menjadi anggota organisasi yang
benar-benar memahami sikap, perilaku dan tindakan-tindakan yang mengakibatkan
seseorang diterima sebagai anggota organisasi yang baik. Semakin cepat para
pegawai baru itu memahami cara bertindak dan berperilaku yang akseptabel,
semakin cepat pula mereka mampu memberikan kontribusinya yang optimal. Semakin
kecil pula kemungkinan karena minta berhenti.
1.2. Kajian
Teoritis Orientasi dan Penempatan
1.2.1 Orientasi
1.2.1.1
Pengertian Orientasi
Orientasi adalah upaya pelatihan dan
pengembangan awal bagi para karyawan baru yang memberi mereka informasi
mengenai perusahaan, jabatan, dan kelompok kerja (Mondy, 2008). Sedangkan
menurut Goldthorpe (1968) orientasi adalah
sebuah pekerjaan terhadap seorang individu, berdasarkan harapannya yang
diwujudkan dalam pekerjaannya. Sedangkan menurut Meryl Louis (1980), orientasi
berarti penyediaan informasi dasar berkenaan dengan perusahaan bagi pegawai
baru, yaitu informasi yang mereka perlukan untuk melaksanakan pekerjaan secara
memuaskan. Informasi dasar ini mencakup fakta-fakta seperti jam kerja, cara
memperoleh kartu pengenal, cara pembayaran gaji dan orang-orang yang akan
bekerja sama dengannya. Orientasi pada dasarnya merupakan salah satu komponen
proses sosialisasi pegawai baru, yaitu suatu proses penanaman sikap, standar,
nilai, dan pola perilaku yang berlaku dalam perusahaan kepada pegawai baru.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa
kegiatan orientasi merupakan persiapan atau pembekalan kepada seorang karyawan
yang baru dengan menyediakan informasi dasar mengenai segala sesuatu berkaitan
dengan tempatnya bekerja supaya dapat memahami pekerjaannya dan melaksanakan
pekerjaannya secara memuaskan.
1.2.1.2
Tujuan Orientasi
Tujuan orientasi menurut Moekijat (1991:94)
adalah sebagai berikut:
a. Memperkenalkan pegawai baru dengan
perusahaan.
b. Menghindarkan adanya kekacauan yang
mungkin disebabkan oleh seorang pekerja baru ketika diserahi pekerjaan baru.
c. Memberi kesempatan pada pegawai
untuk menanyakan masalah tentang pekerjaan mereka yang baru.
d. Menghemat waktu dan tenaga pegawai
dengan memeberitahukan kepada mereka ke mana harus meminta keterangan atau
bantuan dalam menyelesaikan masalah yang mungkin timbul.
e. Menerangkan peraturan dan ketentuan
perusahaan sedemikian rupa sehingga pegawai baru dapat menghindarkan rintangan
atau tindakan hukuman yang akan terjadi karena pelanggaran peraturan yang tidak
mereka ketahui.
f. Memberikan pengertian kepada pegawai
baru bahwa mereka adalah bagian yang penting di dalam sebuah organisasi.
Sedangkan menurut Deden (2012), orientasi
yang efektif akan mencapai beberapa tujuan utama yaitu:
a) Membentuk kesan yang menguntungkan
pada karyawan dari organisasi dan pekerjaan.
b) Menyampaikan informasi mengenai
organisasi dan pekerjaan.
c) Meningkatkan penerimaan antarpribadi
oleh rekan-rekan kerja.
d) Mempercepat sosialisasi dan
integrasi karyawan baru ke dalam organisasi.
e) Memastikan bahwa kinerja dan
produktivitas karyawan dimulai lebih cepat.
f) Usaha-usaha orientasi mengenai
organisasi dan pekerjaan.
g) Meningkatkan penerimaan antarpribadi
oleh rekan-rekan kerja.
h) Mempercepat sosialisasi dan
integrasi karyawan baru ke dalam organisasi.
i)
Memastikan bahwa kinerja dan produktivitas karyawan dimulai
lebih cepat.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tujuan utama dilakukannya orientasi adalah untuk memberikan informasi
yang seluas-luasnya kepada karyawan sehingga karyawan baru bisa segera
beradaptasi dengan tempat kerjanya, diterima oleh rekan sekerjanya dan dapat segera
memulai kinerja dan produktifitasnya.
1.2.1.3.
Materi Orientasi
Menurut Fahmi (2013), suatu program
pengenalan mencakup empat hal utama, yaitu berbagai aspek kehidupan
organisasional, keuntungan bagi para pegawai, perkenalan dan berbagai aspek
tugas.
1.2.1.3.1 Aspek Organisasional
Telah dikemukakan di atas bahwa
salah satu sasaran program pengenalan adalah para pegawai baru dalam waktu yang
relatif singkat memahami kultur, nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan
organisasi. Pemahaman tersebut diharapkan berakibat pada terjadinya berbagai
penyesuaian yang diperlukan oleh para pegawai baru yang bersangkutan.
Kultur, nilai-nilai dan tradisi
suatu organisasi sudah barang tentu mencakup berbagi segi yang sangat luas.
Karena itu pemilihan topik-topik yang penting dan relevan secara tepat menjadi
sangat penting. Tujuh topik yang relevan diperkenalkan sebagai berikut :
1. Sejarah organisasi. Keberadaan organisasi tidak dapat
dilepaskan dari sejarahnya. Mengenal sejarah organisasi antara lain berarti
mengenal para pendirinya, latar belakang sosial para pendiri tersebut, filsafat
hidupnya, tujuan pendirian organisasi, nilai-nilai dasar yang sejak berdirinya
organisasi dipegang teguh, perkembangan dan pertumbuhan organisasi dari waktu
ke waktu. Melalui pemahaman sejarah organisasi, para pegawai baru mengetahui
posisi organisasi sekarang dan ke arah mana organisasi akan bergerak di masa
depan.
2. Struktur dan tipe
organisasi.Telah
umum diketahui bahwa pemilihan struktur dan tipe organisasi tertentu
dimaksudkan untuk dua kepentingan utama yaitu :
a. Mewadahi
semua kegiatan yang melembaga
berdasarkan prinsip-prinsip organisasi yang rasional.
b. Memperlancar jalannya interaksi antara orang-orang dan
berbagai satuan kerja sedemikian rupa sehingga seluruh komponen
organisasi bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat meskipun
didasarkan pada hubungan yang simbiotik.
Kedua hal tersebut perlu dipahami
oleh para pegawai baru karena dengan demikian mereka mengetahui dengan pasti
dimana kedudukan mereka dan peranan apa yang diharapkan dari mereka.
3. Nomenklatur dan titelatur
yang digunakan. Dalam setiap organisasi digunakan nomenklatur dan titelatur
tertentu. Ada diantaranya yang umum digunakan oleh organisasi sejenis, tetapi
tidak mustahil ada pula di antaranya yang penggunaannya khas, dalam arti punya
konotasi khusus dan hanya berlaku di organisasi tersebut saja. Pemahaman
tentang berbagai nomenklatur dan titelatur tersebut juga dirasakan penting,
bukan hanya demi pemahaman hierarki yang berlaku, akan tetapi juga untuk
kepentingan pemanfaatan berbagai jalur komunikasi secara efektif.
4. Pengenalan para pejabat. Dalam suatu organisasi yang dikelola
secara demokratik, perasaan bahwa setiap pekerja adalah anggota suatu keluarga
besar perlu ditumbuhsuburkan. Akan tetapi usaha penumbuhsuburan itu tidak
mengurangi peranan orang-orang tertentu yang mendapat kepercayaan memangku
berbagai jabatan manajerial dan eksekutif. Siapa mereka, apa jabatan yang
dipangkunya, pada hierarki mana dia berada, apa kegiatan utamanya, penting
diketahui karena pengetahuan tersebut mungkin diperlukan dalam pelaksanaan
tugas sendiri, umpamanya dalam menerima instruksi, memperoleh petunjuk dan
meminta nasihat.
5. Tata ruang dan tata letak
fasilitas kerja. Di muka telah ditekankan bahwa organisasi terdiri dari
berbagai komponen. Akan tetapi adanya berbagai komponen itu tidak boleh
berakibat pada cara berpikir dan cara kerja yang berkotak-kotak. Salah satu
cara untuk menghilangkan cara kerja yang berkotak-kotak itu adalah dengan
menata ruang sedemikian rupa sehingga menggambarkan kesamaan gerak berbagai
komponen yang ada, meskipun setiap komponen mempunyai tugas yang sifatnya
spesialistik berbeda dengan komponen-komponen yang lain. Artinya tata ruang dan
tata letak fasilitas kerja haruslah sedemikian rupa sehingga menumbuhkan
kebersamaan.
6. Berbagai ketentuan normatif. Dalam setiap organisasi selalu
terjadi formalisasi berbagai ketentuan yang bersifat normatif yang mengikat
semua orang dalam organisasi yang bersangkutan. Yang dimaksudkan dengan
formalisasi ialah penuangan berbagai ketentuan tersebut secara tertulis.
Tentunya tingkat formalisasi itu berbadan dari satu organisasi ke organisasi
yang lain. Terlepas dari tinggi rendahnya tingkat formalisasi, yang jelas ialah
bahwa berbagai ketentuan tersebut berperan antara lain sebagai pembatas
perilaku dalam organisasi. Tegasnya, formalisasi tersebut merupakan peraturan
permainan yang harus ditaati dan berlaku bagi semua orang dalan organisasi.
7. Produk
organisasi. Dalam
arti yang sesungguhnya, setiap organisasi dibentuk untuk “memproduksikan”
sesuatu. Dalam hal organisasi niaga, produk tersebut dapat berupa barang, akan
tetapi dapat pula berupa jasa. Bahkan organisasi di lingkungan pemerintahan pun
“menghasilkan sesuatu”, yang dalam praktek pada umumnya berbentuk pelayanan
kepada masyarakat. Hal senada dapat dikatakan mengenai berbagai organisasi
nirlaba yang sesungguhnya memproduksikan sesuatu, misalnya jasa bantuan yang
diperlukan oleh anggota masyarakat tertentu yang menjadi “pelanggannya”
1.2.1.3.2. Kepentingan Pegawai
Baru
Telah ditekankan di muka bahwa
penyelenggaraan program pengenalan bersifat dua arah. Artinya melalui program
pengenalan itu bukan hanya berbagai kewajiban pegawai baru itu yang diketengahkan,
akan tetapi apa yang menjadi haknya pun pada kesempatan itulah dijelaskan.
Selama masa perkenalan, pegawai baru
itu tentu ingin mengetahui lebih mendalam dan lebih pasti berbagai hal yang
menyangkut pemenuhan kepentingannya. Yang dimaksud dengan berbagai kepentingan
para pegawai baru itu adalah :
1. Penghasilan. Yang dimaksud dengan penghasilan di sini ialah “take-home
pay”, yaitu jumlah uang yang diterimanya pada setiap hari gajian. Seperti
diketahui jumlah tersebut terdiri dari berbagai komponen imbalan seperti gaji
pokok, berbagai jenis tunjangan dan imbalan lainnya.
2. Jam kerja. Pada umumnya jam kerja yang berlaku ialah empat puluh jam
setiap minggu. Ada organisasi yang memberlakukan empat puluh jam kerja itu yang
dibagi dalam enam hari kerja, tetapi ada pula yang memberlakukan lima hari
kerja. Bahkan salah satu perkembangan baru dalam hal jam kerja dewasa ini ialah
doberlakukannya apa yang disebut dengan “waktu yang fleksibel” (flexitime) yang
berarti bahwa kepada para pekerja diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri
waktu masuk kantor dan waktu pulang dengan catatan, yaitu jam kerja dalam
seminggu tetap harus mencapai empat puluh jam dan dapat hadir pada waktu
diperlukan untuk bersama.
3. Hak cuti. Setiap pekerja berhak cuti dalam setiap tahun kerja.
Biasanya hak cuti itu adalah selama dua belas hari kerja. Dalam kurun waktu
tersebut pegawai yang bersangkutan mendapat gaji penuh dan waktu cuti itu
diperhitungkan sebagai bagian masa aktif untuk perhitungan pensiun kelak.
4. Fasilitas
yang disediakan oleh organisasi. Fasilitas yang disediakan oleh berbagai organisasi bagi para
pekerjanya sangat bervariasi. Misalnya mengenai asuransi. Ada organisasi yang
membayar premi asuransi bagi seluruh karyawannya. Ada pula yang membayarkan
premi tersebut terlebih dahulu, akan tetapi dipotong dari penghasilan
masing-masing pekerja. Dalam banyak hal, organisasi hanya sekedar mendorong
para pegawainya mengasuransikan diri, keluarga dan kekayaannya, tetapi
pembayaran premi diselesaikan sendiri oleh pegawai yang bersangkutan. Tidak
sedikit organisasi yang tidak berperan aktif mengenai hal ini dan menyerahkan
sepenuhnya kepada pekerja yang bersangkutan apakah akan mengasuransikan diri,
keluarga dan kekayaannya atau tidak.
5. Pendidikan
dan pelatihan. Berbagai
teori motivasi memberi petunjuk bahwa setiap orang ingin mengembangkan
kemampuannya sehingga potensi yang dimilikinya berubah menjadi kemampuan
efektif. Istilah-istilah seperti aktualisasi diri, pertumbuhan, pengembangan,
peningkatan kemampuan dan istilah-istilah lain sejenis menggambarkan apa yang
dimaksud.
6. Perihal
pensiun. Mungkin
ada orang yang beranggapan bahwa menjelaskan kebijaksanaan organisasi tentang
pensiun kurang relevan dilakukan bagi para pegawai baru yang sedang menjalani
program pengenalan. Pandangan demikian kiranya kurang tepat. Dengan asumsi
bahwa semua langkah dalam proses rekruitmen dan seleksi ditempuh dengan tepat
dan baik, diharapkan bahwa para pegawai baru yang mengikuti program pengenalan
cukup lama, yaitu hingga mereka memasuki usia pensiun.
Berbagai hak yang menyangkut
kepentingan para pegawai tersebut, apabila dijelaskan dengan baik akan membantu
para pegawai baru mengambil keputusan apakah akan terus berkarya dalam
organisasi ataukah akan berhenti dengan segera. Keputusan yang disebut terakhir
tentunya tidak diharapkan mengingat besarnya biaya yang telah dikeluarkan untuk
memproses lamaran pegawai yang bersangkutan.
1.2.1.3.3. Ruang Lingkup Tugas
Salah satu aspek kegiatan pengenalan
yang tidak kalah pentingnya memperoleh perhatian yang sungguh-sungguh ialah
penjelasan yang lengkap tentang ruang lingkup tugas yang akan menjadi tanggung
jawab pegawai baru yang bersangkutan. Penjelasan dimaksud tidak hanya
menyangkut segi-segi teknikal dari tugas tersebut seperti lokasinya, aktivitas
yang harus dilakukan, persyaratan keselamatan kerja, seperti keharusan memakai
topi pengaman, larangan merokok dan lain sebagainya, akan tetapi juga yang
menyangkut keperilakuan seperti kaitan antara satu tugas dengan tugas-tugas
lain, perlunya kerja sama, koordinasi dan hal-hal lain yang menyangkut sikap
seorang pegawai baru.
Hal yang sangat penting ditekankan
ialah bahwa betapa pun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan dapat
bekerja secara baik apabila bekerja sendirian, apalagi apabila terlepas
kaitannya dengan tugas-tugas lain yang dilakukan oleh para pekerja yang lain.
Ada aspek lain dari penekanan kuat
tentang keperilakuan ini, yaitu bahwa dalam diri pegawai baru itu harus segera
tertanam keyakinan bahwa ia melakukan sesuatu yang penting bagi organisasi dan
bahwa ia akan mendapat perlakuan sebagai individu dengan jati diri yang khas
dan tidak akan “tenggelam” dalam arus pekerjaan yang anonim.
1.2.1.3.4. Perkenalan
Agar seorang pegawai baru merasa
diterima sebagai anggota keluarga dan tidak sebagai orang “luar”, pegawai baru
tersebut perlu segera diperkenalkan kepada berbagai pihak, terutama dengan
orang-orang dengan siapa dia akan sering berhubungan dalam rangka pelaksanaan
tugasnya kelak. Pihak-pihak yang perlu segera dikenalnya antara lain ialah
atasan langsungnya dari siapa ia akan menerima perintah atau instruksi dan
kepada siapa dia melapor, rekan-rekan sekerjanya dalam satuan kerja di mana dia
akan ditempatkan, para pejabat dan petugas di bagian pendidikan dan pelatihan dan,
kalau ada, kepada orang yang berperan memberikan konseling, orang yang akan
dibutuhkannya untuk berkonsultasi dan meminta nasihat dalam hal pegawai baru
itu menghadapi masalah dalam kehidupan organisasionalnya.
1.2.1.4. Manfaat Orientasi
Manfaat orientasi menurut Werther & Davis (1996) adalah sebagai
berikut:
a. Mengurangi kecemasan karyawan
b. Karyawan baru bisa mempelajari
tugasnya dengan lebih baik
c. Karyawan memiliki ekspektasi yang
lebih realistis mengenai pekerjaannya
d. Mencegah pengaruh buruk dari rekan
kerja atau atasan yang kurang mendukung
e. Karyawan baru menjadi lebih mandiri
f. Karyawan baru bekerja dengan lebih
baik
g. Mengurangi kecenderungan karyawan
baru untuk mengundurkan diri dari pekerjaan
Jelaslah
bahwa orientasi sangat bermanfaat bagi karyawan yang baru. Orientasi sangat
membantu karyawan baru dalam memulai pekerjaan secara lebih baik dan mandiri sehingga
lebih realistis dalam pekerjaannya sehingga dapat mengurangi kemungkinan
karyawan baru mengundurkan diri.
1.2.2. Pengertian Penempatan
Penempatan
merupakan penugasan kembali dari seorang karyawan pada sebuah pekerjaan baru.
Kebanyakan keputusan penempatan dibuat oleh manajer lini. Biasanya penyelia
karyawan dalam konsultasi dengan tingkat manajer lini yang lebih tinggi
memutuskan penempatan masa depan untuk setiap karyawan. Hal ini sejalan dengan
apa yang dikemukakan Fahmi (2012). Peranan departemen SDM adalah memberi
pendapat pada manajer lini tentang kebijakan perusahaan dan menyediakan
bimbingan kepada para karyawan. Yang selalu menjadi perhatian adalah kesiapan
mereka yang akan ditempatkan baik dari sisi kemampuan beradaptasi maupun
mengetahui apa yang harus dilakukan dengan jenis pekerjaan yang baru
diterimanya. Selain itu kesiapan unit yang akan menerima karyawan baru dari
unit lainnya juga dinilai penting. Karena itu sebaiknya setiap karyawan unit
harus siap untuk menerima karyawan baru tanpa harus apriori terhadap masalah
personaliti karyawan baru bersangkutan.
Kebutuhan penempatan karyawan (manajemen dan non-manajemen) dipenuhi melalui dua cara, yaitu menyewa dari pihak luar perusahaan (rekrutmen eksternal) dan penugasan kembali karyawan yang ada atau disebut sebagai penempatan dari dalam (rekrutmen internal). Sering terjadi penugasan kembali karyawan yang ada untuk menempati posisi barunya tanpa melalui program orientasi. Dengan anggapan bahwa para karyawan berpengalaman ini telah mengetahui semua yang mereka butuhkan tentang perusahaan. Selain itu diasumsikan mereka sudah mengetahui anatomi perusahaan dan permasalahannya. Karyawan yang disebut berpengalaman tersebut mungkin hanya mengetahui dengan baik tentang rencana perusahaan, struktur, manfaat karyawan, dan beberapa kepentingan umum lainnya. Akan tetapi, karyawan yang dialihkan bisa jadi memiliki banyak persoalan antar personal dan hubungan pekerjaan. Dalam kondisi kendala-kendala tertentu, tiga hal pokok keputusan penempatan karyawan baru adalah antara lain dalam rangka promosi, pengalihan, dan penurunan pangkat. Tiap keputusan seharusnya dilekatkan dengan orientasi dan tindak lanjut apakah penempatan disebabkan oleh penurunan jumlah karyawan, penggabungan (merger), akuisisi, atau perubahan internal dari kebutuhan penempatan staf. Hal ini penting dalam rangka jastifikasi penerapan fungsi koordinasi dengan adanya karyawan baru. Tujuan penempatan pegawai adalah untuk menempatkan orang yang tepat dan jabatan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya, sehingga sumber daya manusia yang ada menjadi produktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Memoria (1986) dalam Fachmi (2012) bahwa penempatan pegawai mengandung arti pemberian tugas tertentu kepada pekerja agar ia mempunyai kedudukan yang paling baik dan paling sesuai dengan didasarkan pada rekruitmen, kualifikasi pegawai dan kebutuhan pribadi. Penempatan yang tepat merupakan cara untuk mengoptimalkan kemampuan, keterampilan menuju prestasi kerja bagi karyawan itu sendiri. Hal ini merupakan bagian dari proses pengembangan karyawan (employer development) dengan demikian pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip efesiensi (kesesuaian antara keahlian yang dipersyaratkan dengan dimiliki oleh karyawan) sebagaimana yang ditulis oleh Milkovich dan Boudreau (1994) dalam Fachmi (2012) yaitu bahwa penempatan karyawan dari dalam dan orientasi / pelatihan karyawan dipusatkan pada pengembangan karyawan yang ada, maka mereka harus memelihara keseimbangan antara perhatian organisasi terhadap efesiensi (kesesuaian optimal antara skill dan tututan) dengan keadilan (mempersepsi bahwa kegiatan tersebut adalah adil, sah dan memberikan kesempatan merata).
Kebutuhan penempatan karyawan (manajemen dan non-manajemen) dipenuhi melalui dua cara, yaitu menyewa dari pihak luar perusahaan (rekrutmen eksternal) dan penugasan kembali karyawan yang ada atau disebut sebagai penempatan dari dalam (rekrutmen internal). Sering terjadi penugasan kembali karyawan yang ada untuk menempati posisi barunya tanpa melalui program orientasi. Dengan anggapan bahwa para karyawan berpengalaman ini telah mengetahui semua yang mereka butuhkan tentang perusahaan. Selain itu diasumsikan mereka sudah mengetahui anatomi perusahaan dan permasalahannya. Karyawan yang disebut berpengalaman tersebut mungkin hanya mengetahui dengan baik tentang rencana perusahaan, struktur, manfaat karyawan, dan beberapa kepentingan umum lainnya. Akan tetapi, karyawan yang dialihkan bisa jadi memiliki banyak persoalan antar personal dan hubungan pekerjaan. Dalam kondisi kendala-kendala tertentu, tiga hal pokok keputusan penempatan karyawan baru adalah antara lain dalam rangka promosi, pengalihan, dan penurunan pangkat. Tiap keputusan seharusnya dilekatkan dengan orientasi dan tindak lanjut apakah penempatan disebabkan oleh penurunan jumlah karyawan, penggabungan (merger), akuisisi, atau perubahan internal dari kebutuhan penempatan staf. Hal ini penting dalam rangka jastifikasi penerapan fungsi koordinasi dengan adanya karyawan baru. Tujuan penempatan pegawai adalah untuk menempatkan orang yang tepat dan jabatan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya, sehingga sumber daya manusia yang ada menjadi produktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Memoria (1986) dalam Fachmi (2012) bahwa penempatan pegawai mengandung arti pemberian tugas tertentu kepada pekerja agar ia mempunyai kedudukan yang paling baik dan paling sesuai dengan didasarkan pada rekruitmen, kualifikasi pegawai dan kebutuhan pribadi. Penempatan yang tepat merupakan cara untuk mengoptimalkan kemampuan, keterampilan menuju prestasi kerja bagi karyawan itu sendiri. Hal ini merupakan bagian dari proses pengembangan karyawan (employer development) dengan demikian pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip efesiensi (kesesuaian antara keahlian yang dipersyaratkan dengan dimiliki oleh karyawan) sebagaimana yang ditulis oleh Milkovich dan Boudreau (1994) dalam Fachmi (2012) yaitu bahwa penempatan karyawan dari dalam dan orientasi / pelatihan karyawan dipusatkan pada pengembangan karyawan yang ada, maka mereka harus memelihara keseimbangan antara perhatian organisasi terhadap efesiensi (kesesuaian optimal antara skill dan tututan) dengan keadilan (mempersepsi bahwa kegiatan tersebut adalah adil, sah dan memberikan kesempatan merata).
1.2.3. Bentuk – Bentuk Penempatan
Menurut
Fachmi (2013) terdapat tiga bentuk penempatan, sebagai berikut:
1.
Promosi
Telah umum diketahui bahwa yang
dimaksud dengan promosi ialah apabila seorang pegawai dipindahkan dari satu
pekerjaan ke pekerjaan lain yang tanggung jawabnya lebih besar, tingkatannya
dalam hierarki jabatan lebih tinggi dan penghasilannya pun lebih besar pula.
Setiap pegawai mendambakan promosi karena dipandang sebagai penghargaan atas
keberhasilan seseorang menunjukkan prestasi kerja yang tinggi dalam menunaikan
kewajibannya dalam pekerjaandan jabatan yang dipangkunya sekarang, sekaligus
sebagai pengakuan atas kemampuan dan potensi yang bersangkutan untuk menduduki
posisi yang lebih tinggi dalam organisasi.
Promosi dapat terjadi tidak hanya
bagi mereka yang menduduki jabatan manajerial, akan tetapi juga bagi mereka
yang pekerjaannya bersifat teknikal dan non manajerial. Bagi siapa pun promosi
itu diberlakukan, yang penting ialah bahwa pertimbangan-pertimbangan yang
digunakan didasarkan pada serangkaian kriteria yang obyektif, tidak pada
“selera” orang yang mempunyai kewenangan untuk mempromosikan orang lain.
Organisasi pada umumnya menggunakan
dua kriteria utama dalam mempertimbangkan seseorang untuk dipromosikan, yaitu
prestasi kerja dan senioritas. Promosi yang didasarkan pada prestasi kerja
menggunakan hasil penilaian atas hasil karya yang sangat baik dalam promosi
atau jabatan sekarang. Dengan demikian promosi tersebut dapat dipandang sebagai
penghargaan organisasi atas prestasi kerja anggotanya itu. Akan tetapi promosi
demikian harus pula didasarkan pada pertimbangan lain, yaitu perhitungan yang
matang atas potensi kemampuan yang bersangkutan menduduki posisi yang lebih
tinggi. Artinya perlu disadari bahwa mempromosikan seseorang bukannya tanpa
risiko, dalam arti bahwa tidak ada jaminan penuh bahwa orang yang dipromosikan
benar-benar memenuhi harapan organisasi. Karena itulah analisis yang matang
mengenai potensi yang bersangkutan perlu dilakukan.
Analisis demikian menjadi lebih
penting apabila dikaitkan dengan kenyataan bahwa kemampuan setiap manusia
terbatas. Artinya tidak mustahi bahwa seseorang menunjukkan prestasi kerja yang
tinggi pada pekerjaan dan posisinya sekarang, tetapi karena yang bersangkutan
sebenarnya sudah mencapai “puncak kompetensinya”, tidak lagi mampu berprestasi
hebat pada posisi yang lebih tinggi. Dalam hal demikian mempromosikan seseorang
akan membawa kerugian, bukan hanya bagi yang bersangkutan, tetapi juga bagi
organisasi.
Praktek promosi lainnya ialah
yang didasarkan pada senioritas. Promosi berdasarkan senioritas
berarti bahwa pegawai yang paling berhak dipromosikan ialah yang masa kerjanya
paling lama.
Banyak organisasi yang menempuh cara
ini dengan tiga pertimbangan, yaitu:
a. Sebagai penghargaan atas jasa-jasa
seseorang paling sedikit dilihat dari segi loyalitas kepada organisasi,
b. Penilaian biasanya bersifat obyektif
karena cukup dengan membandingkan masa kerja orang-orang tertentu yang
dipertimbangkan untuk dipromosikan,
c. Mendorong organisasi mengembangkan
para pegawainya karena pegawai yang paling lama berkarya akhirnya akan mendapat
promosi.
2.
Alih
Tugas
Dalam rangka penempatan, alih tugas
dapat mengambil salah satu dari dua bentuk. Bentuk pertama adalah penempatan
seseorang pada tugas baru dengan tanggung jawab, hierarki jabatan dan
penghasilan yang relatif sama dengan statusnya yang lama.
Dalam hal demikian seorang pegawai
ditempatkan pada satuan kerja baru yang lain dari satuan kerja di mana
seseorang selama ini berkarya. Bentuk lain adalah alih tempat. Jika cara ini
yang ditempuh, berarti seorang pekerja melakukan pekerjaan yang sama atau
sejenis, penghasilan tidak berubah dan tanggung jawabnyapun relatif sama. Hanya
saja secara fisik lokasi tempatnya bekerja lain dari yang sekarang. Pendekatan yang
kedua ini tentunya hanya mungkin ditempuh apabila organisasi mempunyai berbagai
satuan kerja pada banyak lokasi.
Dasar pemikiran untuk menempuh cara
ini adalah keluwesan dalam manajemen sumber daya manusia. Artinya para
pengambil keputusan dalam organisasi harus memiliki wewenang untuk relokasi
sumber daya, dana dan sumber daya manusia sedemikian rupa sehingga organisasi
secara tangguh mampu menghadapi berbagai tantangan yang timbul, baik internal
maupun eksternal. Melalui alih tugas para manajer dalam organisasi dapat secara
lebih efektif memanfaatkan tenaga kerja yang terdapat dalam organisasi. Akan
tetapi melalui alih tugas para pegawai pun sesungguhnya memperoleh manfaat yang
tidak kecil antara lain dalam bentuk:
a. Pengalaman,
b. Cakrawala pandangan yang lebih luas,
c. Tidak terjadinya kebosanan atau
kejenuhan,
d. Perolehan pengetahuan dan
keterampilan baru,
e. Perolehan perspektif baru mengenai
kehidupan organisasional,
f. Persiapan untuk menghadapi tugas
baru, misalnya karena promosi,
g. Motivasi dan kepuasan kerja yang
lebih tinggi berkat tantangan dan situasi baru yang dihadapi.
Singkatnya, alih tugas dapat
merupakan kesempatan yang sangat berharga untuk berkembang dalam rangka
aktualisasi diri.
3.
Demosi
Demosi berarti bahwa seseorang,
karena berbagai pertimbangan, mengalami penurunan pangkat atau jabatan dan
penghasilan serta tanggung jawab yang semakin kecil. Dapat dipastikan bahwa
tidak ada seorang pegawai pun yang senang mengalami hal ini.
Pada umumnya demosi dikaitkan dengan
pengenaan suatu sanksi disiplin karena berbagai alasan, seperti:
a. Penilaian negatif oleh atasan karena
prestasi kerja yang tidak/kurang memuaskan,
b. Perilaku pegawai yang disfungsional,
seperti tingkat kemangkiran yang tinggi,
Situasi yang ada kalanya berakibat
pada demosi karyawan ialah apabila kegiatan organisasi menurun, baik sebagai
akibat faktor-faktor internal maupun eksternal, tetapi tidak sedemikian
gawatnya sehingga terpaksa terjadi pemutusan hubungan kerja.
Dalam hal demikian organisasi
memberikan pilihan kepada para karyawannya, yaitu antara demosi dengan segala
akibatnya dan pemutusan hubungan kerja dengan perolehan hak-hak tertentu
seperti pesangon yang jumlahnya didasarkan atas suatu rumus tertentu yang
disepakati bersama.
1.3.
Alasan
diperlukan kajian lanjutan
Kajian lebih lanjut tentang peran
penting orientasi dan penempatan diperlukan karena meskipun orientasi sudah
dilakukan di setiap tempat kerja kepada karyawan baru namun tetap ada
kemungkinan dan peluang bagi karyawan baru untuk berhenti bekerja karena
berbagai alasan. Demikian juga dengan penempatan karyawan yang bila tidak
dilakukan dengan baik akan mempengaruhi semangat kerja dan kinerja staf. Di
samping itu, karena dengan melakukan penempatan sering dianggap bahwa proses
orientasi telah selesai. Hal lain, kajian lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui keefektifan proses orientasi dan penempatan dalam kaitannya dengan
kinerja dan produktifitas staf.
1.4.
Batasan penulisan
1. 4.1. Perumusan masalah
Adapun
perumusan masalah dalam hal orientasi dan penempatan karyawan dalam makalah ini
yaitu:
a. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keefektifan
orientasi dan penempatan kerja pada sebuah organisasi?
b. Apa kelemahan dan kelebihan orientasi dan penempatan
dalam sebuah organisasi?
1.4.2. Tujuan penulisan makalah
Adapun tujuan
penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui
faktor – faktor yang dapat mempengaruhi keefektifan orientasi dan penempatan
kerja pada sebuah organisasi.
b. Untuk
mengetahui kelemahan dan kelebihan orientasi dan penempatan dalam sebuah
organisasi.
Bab II. Pembahasan
2.1.
Faktor – faktor yang mempengaruhi keefektifan orientasi dan
penempatan kerja pada sebuah organisasi.
Menurut Simamora dalam
Abisaptadinata (2012), untuk membuat orientasi lebih menjadi efektif, maka hal-
hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a) Persiapkan
untuk karyawan-karyawan baru. Karyawan baru harus merasa bahwa mereka
merupakan bagian dari dan penting untuk organisasi. Supervisor dan unit SDM
harus siap untuk memberikan persepsi ini kepada setiap karyawan baru. Lebih
jauh, para rekan kerja harus siap untuk menerima kehadiran seorang karyawan
baru. Manajer dan supervisor harus mendiskusikan tujuan dari perekrutan pekerja
baru tersebut dengan semua karyawan yang ada sebtlum kehadiran pekerja baru.
b) Pertimbangkan penggunaan pembimbing “teman baik”. beberapa organisasi menggunakan rekan kerja untuk berperan sebagai teman baik atau pembimbing sebagai bagian dari orientasi karyawan baru. Khususnya berguna untuk melibatkan individu-individu yang lebih berpengalaman dan berkinerja lebih tinggi yang dapat berperan sebagai teladan untuk karyawan baru.
b) Pertimbangkan penggunaan pembimbing “teman baik”. beberapa organisasi menggunakan rekan kerja untuk berperan sebagai teman baik atau pembimbing sebagai bagian dari orientasi karyawan baru. Khususnya berguna untuk melibatkan individu-individu yang lebih berpengalaman dan berkinerja lebih tinggi yang dapat berperan sebagai teladan untuk karyawan baru.
c) Gunakan
sebuah daftar periksa (checklist) orientasi. sebuah daftar periksa
orientasi dapat digunakan oleh staf departemen SDM, supervisor karyawan baru,
atau keduanya untuk menyediakan informasi yang perlu diketahui oleh karyawan
baru. Banyak pemberi kerja mengharuskan para karyawan baru menandatangani
daftar periksa tersebut untuk menyatakan bahwa mereka telah diberitahu mengenai
aturan dan prosedur yang bersangkutan.
d) Sediakan
informasi yuang dibutuhkan. Adalah penting untuk memberi informasi kepada
karyawan mengenai kebijakan, aturan kerja, dan tunjangan dari perusahaan.
Kebijakan-kebijakan mengenai cuti sakit, keterlambatan, ketidakhadiran,
liburan, tunjangan, hal-hal mengenai rumah sakit, parkir dan aturan-aturan
keselamatan harus diketahui oleh setiap karyawan baru. Supervisor atau manajer
karyawan juga harus mendeskripsikan rutinitas dari hari kerja normal untuk
karyawan pada pagi pertama.
e) Sampaikan
informasi orientasi secara efektif. Para manajer dan staf SDM harus
menentukan cara yang paling sesuai untuk menyampaikan informasi orientasi.para
karyawan akan mengingat lebih banyak informasi orientasi tersebut jika
disampaikan dalam cara yang mendorong untuk belajar. Disamping video, film,
slide, dan grafik-grafik, orientasi yang dilakukan sendiri yang disediakan
dalam bentuk elektronik dapat juga digunakan.
f) Hindari terlalu banyak informasi. Satu kesalahan umum dari program
orientasi adalah terlalu banyak informasi. Para pekerja baru yang diberi
terlalu banyak melewatkan detail-detail penting atau tidak dapat mengingat
dengan jelas sebagian besar informasi tersebut.
g) Evaluasi dan tindak lanjut. Seorang staf atau manajer SDM dapat
mengevaluasi efektivitas dari orientasi dengan melakukan wawancara tindak
lanjut kepada para karyawan baru beberapa minggu atau bulan setelah orientasi.
Kuesioner karyawan juga dapat digunakan. Sayangnya, tampaknya sebagian besar
pemberi kerja hanya melakukan evaluasi yang terbatas mengenai efektivitas
orientasi atau bahkan tidak sama sekali. Apabila proses orientasi tidak
berlangsung seperti yang diharapkan, dapat menimbulkan perasaan cemas yang
dapat mengakibatkan semakin meningginya pengunduran personalia baru. Sebaliknya
apabila proses orientasi berlangsung dengan baik, personalia baru akan merasa
bahwa dirinya adalah bagian dari organisasi, merasa diterima, sehingga dapat
memotivasi personalia baru lainnya untuk beradaptasi.
Di samping itu, Airlangga (2012) menjelaskan bahwa satu cara
untuk mengembangkan efisiensi dari orientasi adalah melalui penggunaan
orientasi elektronik. Sejumlah pemberi kerja menempatkan informasi orientasi
karyawan umum pada intranet atau situs Web perusahaan. Para karyawan baru dapat
masuk ke dalam sistem dan mendapatkan banyak materi umum mengenai sejarah
perusahaan, struktur, produk dan jasa, pernyataan misi, dan informasi latar
belakang lainnya, dan tidak harus duduk di ruang kelas dimana informasi
tersebut disampaikan secara pribadi atau dengan video. Kemudian, pertanyaan dan
soal yang lebih spesifik dapat ditangani oleh staf SDM dan lainnya setelah para
karyawan meninjau informasi-informasi berbasis Web tersebut. Sayangnya banyak
sesi orientasi karyawan baru dirasakan sebagai hal yang membosankan, tidak
relevan, dan pemborosan waktu oleh karyawan, supervisor, dan manajer departemen
mereka.
Orientasi karyawan baru yang efektif membutuhkan perencanaan dan persiapan. Sayangnya orientasi seringkali dilakukan secara serampangan.
Orientasi karyawan baru yang efektif membutuhkan perencanaan dan persiapan. Sayangnya orientasi seringkali dilakukan secara serampangan.
Terkait keefektifan penempatan, maka
menurut Deden (2013), persoalan-persoalan yang dapat mempengaruhi keefektifan
penempatan karyawan baru adalah sebagai berikut:
1.
Efektifitas.
Keefektifan
dari penempatan pegawai tergantung pada minimnya persoalan antara pegawai dan
perusahaan. Untuk mengurangi gangguan/masalah ini, keputusan promosi dan
transfer harus disesuaikan dengan seleksi yang dilakukan. Demikian pula halnya
dengan demosi harus mengacu pada aturan kedisiplinan yang berlaku. Penempatan
diputuskan maka seharusnya membawa perubahan kearah yang lebih baik dan
meminimkan persengketaan.
2. Legal
Complience (pemenuhan peraturan).
Biasanya
dipengaruhi oleh:
a. Berdasarkan kesamaan dimata hokum, (ras,
agama, sex, umur dll).
b. Perserikatan buruh yang diatur undang-undang
c. Hak untuk menolak jika melakukan
pekerjaan yang membahayakan keselamatan pribadi
d. Hak untuk meolak pekerjaan jika
melanggar hukum yang berlaku.
2.2. Keuntungan Orientasi
Menurut Simamora dalam Wahyudi
(2012), usaha-usaha orientasi yang efektif juga berkontribusi terhadap
keberhasilan jangka pendek dan jangka panjang. Praktik SDM sebagai berikut
mengandung saran-saran mengenai bagaimana membuat orientasi karyawan lebih
efektif. Beberapa studi penelitian dan survei atas pemberi kerja melaporkan
bahwa sosialisasi dari karyawan-karyawan baru dan komitmen awal merka pada
perusahaan secara positif dipengaruhi oleh orientasi. Sosialisasi ini
meningkatkan “kecocokan antara orang-organisasi”, yang juga menguatkan
pandangan- pandangan positif terhadap pekerjaan, rekan kerja, dan organisasi,
para pemberi kerja telah menemukan nilai dari orientasi bahwa tingkat retensi
karyawan akan lebih tinggi jika karyawan-karyawan baru menerima orientasi yang
efektif. Bentuk pelatihan ini juga berkontribusi pada kinerja organisasional
secara keseluruhan ketika para karyawan lebih cepat merasa sebagai bagian dari
organisasi dan dapat mulai berkontribusi dalam usaha-usaha kerja organisasional.
2.3. Kelemahan Orientasi
Meskipun orientasi mempunyai
keuntungan bagi organisasi atau perusahaan, namun orientasi juga mempunyai
kelemahan. Menurut Handoko (2012) kelemahan umum dari program orientasi adalah
pada level supervisor. Walaupun bagian kepegawaian telah merancang program
orientasi secara efeketif dan juga melatih para supervisor tentang cara
bagaimana melakukan orientasi pada bidangnya, namun seringkali mengalami
kegagalan. Untuk dapat menghindarkan kesalahan umum yang dilakukan oleh para
supervisor, sebaiknya bagian kepegawaian menyediakan satu pedoman yang
berisikan tentang apa-apa yang seharusnya dilakukan oleh supervisor dalam
program orientasi tersebut. Cara lain yang dapat dilakukan adalah buddy system.
Yaitu dengan menetapkan satu orang pekerja yang telah berpengalaman dan meminta
kepadanya mengajak pegawai baru tersebut.
Akhirnya perlu disadari bahwa
betapapun baiknya program pengenalan dipersiapkan dan diselenggarakan, suatu
upaya tindak lanjut perlu dilakukan. Sasaran utama tindak lanjut tersebut ialah
memperoleh umpan balik dari para pegawai yang bersangkutan.
Umpan balik yang baik harus dapat
mengungkapkan berbagai kelemahan dalam program pengenalan yang diselenggarakan.
Misalnya, pandangan pegawai baru tentang informasi yang diperolehnya, terlalu
banyak atau terlalu sedikit, pendekatan yang terlalu formalistik dan kurang
segi-segi informalnya, waktu penyelenggaraan terlalu lama atau terlalu singkat,
dan hal-hal lain yang oleh pegawai baru dirasakan perlu disempurnakan. Bentuk terbaik
dari tindak lanjut tersebut ialah pertemuan tatap muka antara pegawai baru
dengan penyelia yang menjadi atasan langsungnya.
2.4. Hal – hal yang perlu dihindari dalam Orientasi
Agar
orientasi bisa dilaksanakan dengan baik dan mencapai tujuannya, maka ada hal
yang perlu diperhatikan dalam proses orientasi. Menurut Simamora (2001:340) hal
– hal yang perlu dihindari yaitu:
a. Orientasi haruslah bermula dengan
jenis informasi yang relevan dan segera untuk dilanjutkan dengan
kebijakan-kebijakan yang lebih umum tentang organisasi. Orientasi haruslah
berlangsung dalam kecepatan yang membuat karyawan baru tetap merasa nyaman.
b. Bagian paling signifikan adalah sisi
manusianya, memberikan pengetahuan kepada karyawan baru tentang seperti apa
para penyelia dan rekan kerjanya, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai standar kerja yang efektif, dan mendorong mereka mencari bantuan dan saran
ketika dibutuhkan.
c. Karyawan-karyawan baru sepatutnya
didorong dan diarahkan dalam lingkungannya oleh karyawan atau penyelia yang
berpengalaman sehingga dapat menjawab semua pertanyaan dan dapat segera dihubungi
selama periode induksi.
d. Karyawan baru hendaknya secara
perlahan diperkenalkan dengan rekan kerja mereka.
e. Karyawan baru hendaknya diberikan
waktu yang cukup untuk mandiri sebelum tuntutan pekerjaan mereka meningkat.
2.5. Keuntungan Penempatan
Banyak orang yang berpendapat bahwa
penempatan merupakan akhir dari proses seleksi. Menurut pandangan ini, jika
seluruh proses seleksi telah ditempuh dan lamaran seseorang diterima, akhirnya
seseorang memperoleh status sebagai pegawai dan ditempatkan pada posisi
tertentu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu pula. Pandangan
demikian memang tidak salah sepanjang menyangkut pegawai baru. Hanya saja teori
manajemen sumber daya manusia yang mutakhir menekankan bahwa penempatan tidak
hanya berlaku bagi para pegawai baru, akan tetapi berlaku pula bagi para
pegawai lama yang mengalami alih tugas dan mutasi. Berarti konsep penempatan
mencakup promosi, transfer dan bahkan demosi sekalipun. Dikatakan demikian
karena sebagaimana halnya dengan para pegawai baru, pegawai lama pun perlu
direkrut secara internal, perlu dipilih dan biasanya juga menjalani program
pengenalan sebelum mereka ditempatkan pada posisi barudan melakukan pekerjaan
baru pula. Memang benar proses seleksi dan pengenalan yang harus dilaluinya
berbeda dari yang dialami oleh para pegawai baru. Perbedaan tersebut disebabkan
oleh tersedianya berbagai informasi tentang diri pegawai yang akan mengalami
penempatan baru tersebut. Artinya dibagian yang mengelola sumber daya manusia
sudah tersedia berbagai dokumen tentang pegawai tersebut, seperti surat
lamarannya dahulu, riwayat pekerjaan, penilaian atasan atas kemampuannya
melaksanakan tugas, program pendidikan dan pelatihan jabatan yang pernah
ditempuh, penghasilan sekarang, jumlah tanggungan, masa kerja dan lain
sebagainya. Dengan demikian proses rekrutmen menjadi lebih sederhana. Demikian
pula halnya dengan proses seleksi karena prestasi kerja dan potensi pegawai lama
yang bersangkutan sudah diketahui oleh paling sedikit dua pihak, yaitu bagian
pengelola sumber daya manusia dan atasan pegawai tersebut. Sifat program
pengenalan yang harus dilalui pun agak berbeda dari kegiatan yang harus diikuti
oleh para pegawai baru. Lingkup program pengenalan itu lebih sempit karena
terbatas pada pengenalan itu lebih sempit karena terbatas pada pengenalan
lingkungannya yang baru sedangkan hal-hal yang menyangkut aspek organisasional
dan kepentingan pegawai tidak lagi dijadikan bagian dari program pengenalan
karena pegawai yang bersangkutan telah mengetahuinya dengan baik.
2.6. Kelemahan Penempatan
Terdapat sejumlah kelemahan dalam
penempatan. Misalnya dalam promosi staf dengan mempertimbangkan senioritas. Cara
ini mengandung kelemahan, terutama pada kenyataan bahwa pegawai yang paling
senior belum tentu merupakan pegawai yang paling senior belum tentu merupakan
pegawai yang paling produktif. Juga belum tentu paling mampu bekerja. Kelemahan
tersebut memang dapat diatasi dengan adanya program pendidikan dan pelatihan,
baik yang diperuntukkan bagi sekelompok pegawai yang melakukan
pekerjaan-pekerjaan tertentu maupun yang secara khusus diperuntukkan bagi
pegawai senior tertentu yang akan dipertimbangkan untuk dipromosikan.
Yang
jelas ialah agar persyaratan obyektivitas terpenuhi dan agar lebih terjamin
bahwa promosi para pegawai mempunyai dampak positif bagi organisasi dan
semangat para karyawan keseluruhan, pendekatan yang paling tepat dalam hal
promosi karyawan adalah menggabungkan prestasi kerja dan senioritas. Dalam hal
demikian pun faktor risiko hanya mungkin diperkecil karena memang tidak mungkin
dihilangkan sepenuhnya. Perkembangan ini dikatakan sangat menarik karena dengan
cara demikian organisasi benar-benar menganut kebijaksanaan “promosi dari
dalam” yang, seperti telah disinggung di bagian lain buku ini, dapat berakibat
sangat positif terhadap motivasi, semangat kerja dan loyalitas para karyawan.
Perkembangan ini juga sangat menarik karena organisasi yang menerapkannya
menggunakan gaya manajerial yang demokratik yang antara lain berarti bahwa
keputusan menentukan nasib dan karier pegawai tidak semata-mata menjadi
wewenang pimpinan, akan tetapi juga merupakan keputusan pegawai yang
bersangkutan sendiri. Dengan kebijaksanaan demikian, biaya yang harus
dikeluarkan untuk merekrut tenaga baru pun menjadi berkurang.
Bab III. Kesimpulan dan Solusi yang disarankan
3.1. Kesimpulan
Dari pemaparan tersebut diatas,
dapat disimpulkan hal – hal sebagai berikut:
1. Orientasi dan penempatan mempunyai
peran yang sangat penting dalam memastikan karyawan baru maupun karyawan lama
yang ditempatkan di bidang yang baru untuk dapat menunjukan kinerjanya dengan
maksimal dan produktifitas kerja yang diharapkan.
2. Meskipun dalam promosi, transfer,
maupun demosi yang ditempatkan adalah para karyawan yang telah bekerja di
perusahaan (bukan karyawan baru), namun mereka tetap perlu menjalani orientasi
terkait dengan jabatannya yang baru.
3. Memang para karyawan tersebut bisa
jadi sudah memahami dengan baik mengenai aspek-aspek umum perusahaan, seperti
strategi, kompensasi, peraturan, dan sebagainya. Namun mereka sedikit banyak
pasti mengalami kecemasan terkait masalah interpersonal dan hal-hal yang
berhubungan dengan pekerjaan barunya. Untuk itulah, orientasi masih harus terus
dilakukan ketika ditempatkan di bidang yang baru.
3.2. Solusi yang disarankan
1. Agar orientasi dan penempatan dapat
dilakukan dengan baik maka sebuah organisasi perlu mempunyai peraturan yang
baku yang mengatur tentang orientasi dan penempatan.
2. Karena begitu pentingnya orientasi,
maka untuk memastikan agar karyawan yang baru mendapat orientasi yang baik,
maka orientasi perlu dipersiapkan dengan baik. Semua pihak yang terlibat dalam
organisasi agar mempersiapkan semua bahan yang dibutuhan dan melaksanakan
orientasi secara menyeluruh sehingga dapat mengurangi kecemasan karyawan dan
karyawan baru merasa diterima di tempatnya bekerja.
3. Karena orientasi merupakan proses
yang terus berkelanjutan maka, perlu bagi perusahaan menyediakan informasi –
informasi terkait organisasi baik dalam bentuk cetakan maupun elektronik yang
dapat diakses dengan mudah oleh karyawan.
4. Untuk memastikan bahwa orientasi dan
penempatan telah efektif maka perlu secara regular terus dilakukan proses umpan
balik antara karyawan baru dan penyelianya.
5. Agar orientasi dan penempatan dapat
bermanfaat maksimal dan efektif maka proses pelaksanaannya perlu memperhatikan
sejumlah hal – hal yang perlu dihindari seperti telah dijelaskan dalam bab
sebelumnya.
Daftar Pustaka
Budi Wahyudi, S.E., M.M; Materi
perkuliahan Manajemen SDM di FE Universitas Gunadarma dalam: http://budiwahyudi.staff.gunadharma.ac.id
Mondy,
R.W., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesepuluh (terjemahan),
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Simamora, Henry (2001).Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan 3,
STIE, YKPN, Yogyakarta.
Schuler,
R.S. & Jackson, S.E., 2006, Human Resource Management, International Perspective,
Mason: Thomson South-Western.
Werther,
W.B. & Davis, K., 1996, Human Resources and Personnel Management, 5th
Ed., Boston: McGraw-Hill
Danang
Handoko, http://danang-leo-handoko.blogspot.com/2012/01/penempatan-dan-orientasi-placement-and.html
Martin
Handoko; Orientasi dan Penempatan Karyawan: http://martinhandoko.blogspot.com/2012/06/orientasi-dan-penempatan.html